INTERNALISASI NILAI ISLAM OLEH PEMILIK PERUSAHAAN OTOBUS HARYANTO(STUDI KASUS GARASI HARYANTO BOYOLALI)

Perusahaan transportasi darat khususnya transportasi bus merupakan transportasi yang tidak akan lekang oleh zaman karena selalu menjadi pilihan oleh masyarakat untuk mobilisasi dengan tarif yang relatif murah. Perusahaan khususnya perusahaan transportasi bus yang selalu berusaha menerapkan nilai-nilai Islam adalah perusahaan otobus Haryanto yang dipimpin langsung oleh H. Haryanto. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang dari pemilik perusahaan otobus (PO) Haryanto sekaligus bentuk internalisasi nilai-nilai Islam yang dilakukan oleh pemilik PO Haryanto dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses internalisasi nilai Islam di PO Haryanto garasi Boyolali. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif analisis deskriptif dengan metode pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah pegawai PO Haryanto yang ditempatkan tugas di garasi Boyolali, beragama Islam, masa kerja lebih dari 1 tahun dan bersedia untuk diwawancarai. Hasil penelitian menunjukan bahwa H. Haryanto selaku pemilik memanfaatkan usaha yang dikembangkannya sebagai media untuk melaksanakan dakwah dan proses penanaman nilai Islam. Misi dakwah tersebut target utamanya adalah para pegawainya sendiri. H. Haryanto ingin pekerjaan dan orang-orang yang bekerja di perusahaannya dapat menjalankan kehidupannya secara imbang dari sisi duniawi dan akhirat. PO Haryanto juga telah menanamkan beberapa bentuk internalisasi nilai Islam yang diajarkan kepada para pegawainya khususnya di cabang garasi Boyolali seperti anjuran sholat tepat waktu, pemotongan gaji untuk sedekah, umrah gratis bagi pegawai, dan kegiatan tadarus Al-Quran. Faktor pendukung dari proses internalisasi nilai Islam ini adalah keinginan H. Haryanto untuk melaksanakan kegiatan dakwah, fasilitas ibadah yang memadai, penerapan aturan yang dibuat oleh perusahaan dan hadiah Umrah untuk para pegawainya. Sedangkan faktor penghambat dari proses ini adalah jam kerja yang bertabrakan dengan waktu sholat, keberadaan H. Haryanto yang hanya berada di kantor pusat dan minimnya bentuk dakwah dengan media visual tulisan.