Izzy Al Kautsar (2021) PERKEMBANGAN KONSEP FORCE MAJEURE TERKAIT DENGAN HUKUM PERJANJIAN BISNIS DI NEGARA INDONESIA, THAILAND, DAN SINGAPURA (STUDI TENTANG PENCEGAHAN COVID 19). S1 thesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
|
Text (Halaman Judul)
Halaman Judul.pdf Download (1MB) |
|
|
Text (Lembar Pengesahan)
Lembar Pengesahan.pdf Restricted to Registered users only Download (229kB) |
|
|
Text (Abstrak)
Abstrak.pdf Restricted to Registered users only Download (188kB) |
|
|
Text (Bab I)
Bab I.pdf Download (522kB) |
|
|
Text (Bab II)
Bab II.pdf Restricted to Registered users only Download (600kB) |
|
|
Text (Bab III)
Bab III.pdf Restricted to Registered users only Download (202kB) |
|
|
Text (Bab IV)
Bab IV.pdf Restricted to Registered users only Download (1MB) |
|
|
Text (Daftar Pustaka)
Daftar Pustaka.pdf Restricted to Registered users only Download (479kB) |
|
|
Text (Naskah Publikasi)
Naskah Publikasi.pdf Restricted to Registered users only Download (542kB) |
|
|
Text (Full Text)
Full Text.pdf Restricted to Repository staff only Download (5MB) |
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan doktrin keadaan memaksa di Indoensia, Thailand, Singapura dan alasan Covid 19 sebagai force majeure. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa berdasarkan hukum kontrak Indonesia doktrin force majeure lebih dikenal sebagai overmacht, tidak dilakukan unifikasi hukum, implementasinya didasarkan pada klausul force majeure dalam kontrak dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(Pasal 1244-1245) hanya dijadikan sebagai hukum pelengkap. Hukum kontrak Thailand menggunakan doktrin force majeure dalam bentuk written law(Section 8 CCC) berlaku bagi segala jenis kontrak komersial. Sedangkan di Singapura menggunakan 2 doktrin keadaan memaksa yaitu force majeure(dalam kontrak) dan frustration (frustrated contracts act), ketiga Negara ini pada awalnya melihat keadaan memaksa sebagai Act of God yang saat ini bertransformasi juga sebagai Act of Man. Pandemi Covid 19 sebagai pemantik kebijakan lockdown yang menyebabkan kelesuan ekonomi bukan berarti bisa dijadikan sebagai alasan force majeure karena harus menganalisa isi kontrak dan kemampuan para pihak terlebih dahulu(case by case) menggunakan teori force majeure subyektif. Pandemi Covid 19 hanya menyebabkan penundaan kewajiban yang bersifat sementara(relatif) sehingga diharapkan para pihak mampu memanfaatkan akses renegoisasi kontrak untuk menjamin pemenuhan keadilan bagi para pihak bilamana Covid 19 dijadikan sebagai alasan force majeure. Kata Kunci: Alasan, Covid 19, Force Majeure, Perkembangan
| Dosen Pembimbing: | Danang Wahyu Muhammad, Dr., S.H., M.Hum. | NIDN0528056901 |
|---|---|
| Item Type: | Thesis (S1) |
| Divisions: | Pasca Sarjana > S2 Hukum |
| Depositing User: | Unnamed user with email robi@umy.ac.id |
| Date Deposited: | 14 Dec 2021 03:14 |
| Last Modified: | 14 Dec 2021 03:14 |
| URI: | https://etd.umy.ac.id/id/eprint/6470 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |
