KHAERUL MAL (2008) POLA REKRUTMEN POLITIK PASANGAN CALON WIDHARTO-SYUKRI FADHOLI DALAM PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA YOGYAKARTA TAHUN 2006 (STUDI KASUS DPC PDIP DPD PKS DPC PPP). S1 thesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Halaman Judul.pdf
Download (64kB)
Bab I.pdf
Download (90kB)
Bab II.pdf
Restricted to Registered users only
Download (96kB)
Bab III.pdf
Restricted to Registered users only
Download (107kB)
Bab IV.pdf
Restricted to Registered users only
Download (38kB)
Abstract
Partai politik sebagai instrumen demokrasi mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas demokrasi yang ada di suatu wilayah. Ibarat “pabrik” partai politik berfungsi untuk mencetak calon-calon pemimpin melalui rekrutmen yang ia jalankan, yang selanjutnya mengisi jabatan-jabatan politik melalui gerbang bernama pemilu. Pilkada Kota Yogyakarta tahun 2006 yang telah dilaksanakan memberikan sedikit gambaran mengenai proses rekrutmen yang dilakukan oleh partai politik. Salah satu gambaran itu adalah tidak adanya kriteria yang jelas dan transparan dalam menentukan calon kepala daerah. Oleh sebab itulah penulis ingin mengetahui pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh DPC PDIP, PPP, dan DPD PKS Kota Yogyakarta dalam menetapkan Widharto-Syukri sebagai calon kepala daerah. Adapun metode penelitian yang dilakukan dalam menganalisa permasalahan yaitu dengan menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Yaitu jenis penelitian yang menggambarkan suatu permasalahan yang bertujuan untuk mengumpulkan data. Selanjutnya metode penelitian deskriptif sering disertai dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada saat sekarang b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisa Semuanya itu dilakukan dalam rangka mendapatkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan. Rasionalitas yang dikandung dalam pilkada yang mengandalkan popularitas dan kepemilikan modal sebagai legitimasi kekuasaan memaksa parpol bersikap pragmatis dengan mencalonkan figur-figur yang memiliki dua kelengkapan tersebut. Akhirnya parpol mengabaikan fungsi kader sebagai penerus estafet kepemimpinan. Kendati secara umum ketiga parpol telah memiliki aturan tersendiri mengenai kriteria seorang calon kepala daerah, tetapi seringkali pertimbangan politik praktis lebih menentukan. Sebagaimana Widharto-Syukri yang dicalonkan oleh PDIP dan PPP karena telah memenuhi syarat kelengkapan berupa ongkos politik dan popularitas. Selain itu pendekatan politik kekuasaan yang dipraktekkan oleh parpol juga turut memengaruhi peta kekuatan politik dalam pilkada. Pendekatan politik kekuasaan itulah yang melahirkan adanya koalisi nir-ideologis seperti Koalisi Merah Putih yang berasaskan nasionalis-religius. Koalisi sesaat yang didasarkan pada tujuan untuk semata-mata memenangkan kontestasi pilkada. Fungsi rekrutmen politik yang dimiliki oleh parpol galibnya membuat parpol memiliki kesempatan untuk mencetak calon-calon pemimpin melalui kaderisasi anggotaanggotanya. Kader partai yang telah mengalami pematangan kemampuan inilah yang diharapkan dapat menduduki jabatan politik strategis. Akan tetapi ”aturan main” yang berlaku dalam pilkada membuat parpol memprioritaskan figur non-kader yang biasanya memiliki popularitas dan ongkos politik yang lebih besar. Demikian terlihat betapa partai politik mulai terjebak pada dimensi praktis perebutan kekuasaan. Peran yang dimiliki sebagai institusi penjaga kualitas kehidupan demokrasi mulai dilupakan. Perilaku elit parpol telah membawa kualitas demokrasi kita sebatas demokrasi prosedural yang menafikan fungsi perwujudan kesejahteraan bagi masyarakat. Demokrasi yang hanya dibuktikan melalui kelengkapan teknis praktek demokrasi, seperti adanya partai politik dan pemilu
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial dan Politik > Ilmu Pemerintahan S1 |
Depositing User: | Unnamed user with email robi@umy.ac.id |
Date Deposited: | 13 Jul 2022 08:44 |
Last Modified: | 13 Jul 2022 08:44 |
URI: | https://etd.umy.ac.id/id/eprint/10690 |