PERBANDINGAN PERATURAN PENGADAAN TANAH ERA ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIA

DENY ALFIAN (2016) PERBANDINGAN PERATURAN PENGADAAN TANAH ERA ORDE BARU DAN REFORMASI DI INDONESIA. S1 thesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

[thumbnail of Cover] Text (Cover)
Cover.pdf

Download (239kB)
[thumbnail of Lembar Pengesahan] Text (Lembar Pengesahan)
Lembar Pengesahan.pdf

Download (260kB)
[thumbnail of Abstract] Text (Abstract)
Abstract.pdf

Download (127kB)
[thumbnail of Bab I] Text (Bab I)
Bab I.pdf

Download (940kB)
[thumbnail of Bab II] Text (Bab II)
Bab II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (933kB)
[thumbnail of Bab III] Text (Bab III)
Bab III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (945kB)
[thumbnail of Bab IV] Text (Bab IV)
Bab IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (922kB)
[thumbnail of Bab V] Text (Bab V)
Bab V.pdf
Restricted to Registered users only

Download (945kB)
[thumbnail of Daftar Pustaka] Text (Daftar Pustaka)
Daftar Pustaka.pdf

Download (101kB)
[thumbnail of Lampiran] Text (Lampiran)
Lampiran.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (93kB)

Abstract

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Indonesia dan bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia. Bagaimana tidak, ketersedian lahan untuk pembangunan semakin berkurang dan lajunya pertumbahan penduduk yang sangat pesat serta kemajuan ekonomi yang semakin tinggi telah memakan habis lahan yang dahulu masih leluasa dipakai oleh negara untuk pembangunan. Konsep state owner land memungkinkan negara, dalam hal ini pemerintah untuk menjalankan proyek infrastruktur dengan cepat, mudah, murah dan tidak menimbulkan konflik atau sengketa pertanahan. Jika tanah itu dimiliki warga atau badan hukum pemerintah bisa dengan cara jual beli atau ganti rugi agar dapat menyediakan lahan untuk pembagunan infrastruktur demi kepentingan umum.
Problematika yang sering muncul dalam pengadaan tanah: penolakan warga terhadap
pengadaan lahan untuk pembangunan, hadirnya mafia tanah yang memperlambat pembebasan lahan, rendahnya kapabalitas panitia pengadaan tanah, tidak adanya kesepakatan besaran ganti kerugian, serta penolakan tempat relokasi yang diberikan pemerintah yang tidak sepadan. Persoalan pelik lainnya adalah tentang tanah adat yang di tempati dan menjadi tanah ulayat masyarakat lokal atau masyarakat adat setempat. Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) pada akhir bulan Januari 2014 mengeluarkan peta indikatif wilayah adat, yang menyebutkan bahwa luas lahan yang baru bisa 5,2 juta hektar dan sekitar 80 persennya ternyata tumpang tindih dengan kawasan hutan. Peta indikatif tersebut menang belum berkuatan hukum karena belum ada wali datanya. Padahal pembuatan peta wilayah adat itu berkejaran dengan (MP3EI) yang berpotensi mengambil banyak tanah adat. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi adalah infrastruktur yang baik. Untuk menjaga jajaran lima besar ekonomi dunia pada tahun 2030, Indonesia harus bisa menjaga pertumbuhan ekonomi rata-rata 8 persen per tahun. Seperti kita ketahui, proyek infrastruktur berkaitan langsung dengan persoalan dampak lingkungan, pengadaan lahan, program penempatan kembali warga yang tergusur proyek atau relokasi, rencana tata ruang, dukungan pembiayaan dan garansi dari pemerintah. Khusus pengadaan lahan yang diperuntukan bagi infrastruktur umum biasanya dilakukan dengan pengambilalihan tanah atau land acquisition milik warga atau badan hukum untuk kepentingan umum.
Mangacu pada sulitnya pembebasan lahan atau pengadaan tanah serta akibat yang sering
muncul, maka tak heran jika adanya evolusi peraturan tentang pembebasan lahan atau pengadaan tanah, dari tahun 1993 di era Orde Baru hingga 2015 di era Reformasi disertai dengan aturan turunan dalam mendukung terselenggaranya ketersedian lahan untuk proyek-proyek negara baik pemerintah sendiri atau yang berkerjasama dengan swasta. Di Reformasi karena otoriterisme sudah tidak relevan lagi dengan konsep demokrasi. Semangat reformasi dan perbedaan kebutuhan pembangunan serta geo-politik yang berbeda, maka perlu adanya peraturan yang lebih berkeadilan dan beradab dalam pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Aturan baru pengadaan tanah bagi pembangunan infrastruktur ini bisa menjadi model baru “penggusuran” yang lebih bermartabat dan manusiawi setidaknya ini juga harus didukung dengan reformasi birokrasi agraria secara struktural dan memiliki SDM yang professional dalam bidang pertanahan sehingga adanya public trust kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum lainnya. Kata Kunci : Berkeadilan, Bermartabat dan Kepercayaan Masyarakat.

Item Type: Thesis (S1)
Uncontrolled Keywords: BERKEADILAN, BERMARTABAT DAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT
Divisions: Fakultas Hukum > Hukum S1
Depositing User: Unnamed user with email robi@umy.ac.id
Date Deposited: 14 Jul 2023 03:07
Last Modified: 14 Jul 2023 03:07
URI: https://etd.umy.ac.id/id/eprint/27544

Actions (login required)

View Item
View Item