EVALUASI PROGRAM PENGENDALIAN NYAMUK SEBAGAI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

Penyakit menular merupakan masalah kesehatan terutama bagi negara berkembang salah satunya adalah Demam Berdarah Dengue (DBD). Insiden dan prevalensi penyakit demam berdarah dengue menimbulkan kerugian pada individu, keluarga dan masyarakat, kerugian ini berbentuk kematian penderita kesakitan dan hilangnya waktu produktif. Obat dan vaksin DBD sampai sekarang belum ditemukan sehingga yang paling utama untuk mencegah adanya penyakit DBD adalah dengan memberantas nyamuk penularannya guna memutuskan rantai penularan. Hal ini dilakukan dengan 3 cara intervensi yaitu pengelolaan lingkungan, biologi, dan kimiawi . Untuk mengetahui program penanggulangan nyamuk penyebab penyakit demam berdarah dengue oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaan program penanggulangan nyamuk demam berdarah dengue. Jenis penelitian adalah penelitian observasional deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai keadaan/fakta yang ada. Metode yang digunakan dalam analisa data penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, sctclah data diperoleh jenis kategorikal atau numerik kemudian disusun secara sistematis untuk mendapatkan gambaran tentang evaluasi program penanggulangan yang telah dilakukan. Hasil Penelitian karya tulis ini adalah ;1. secara umum angka kesakitan DBD di beberapa kecamatan Dati 11 Kabupaten Bantul tahun 2006 mengalami peningkatan dari 0,26 tahun 2005 menjadi 0.60 tahun 2006; 2. Angka bebas Jentik beberapa kecamatan di Kabupaten Bantul 72,96% (Syarat ABJ yang baik > 95%); 3. Desa- desa di wilayah Kabupaten Bantul 44 desa endemis, 27 desa sporadis dan 4 desa potensial. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD Kabupaten Bantul berkaitan dengan berbagai kondisi yang ada di masyarakat, seperti : kurangnya pengetahuan, kesadaran masyarakat berkaitan dengan kebersihan lingkungan (3 M) masih rendah, kondisi alam (bencana alam, pergantian musim) serta sosialisasi penyakit DBD dari pemerintah daerah setempat (RT, RW, desa atau kelurahan, kecamatan) yang kurang dari peran serta Puskesmas, Dinas kesehatan yang perlu dioptimalkan.