M. Hanifian (2021) ANALISIS HUKUM KEBIJAKAN REKLAMASI TELUK BENOA DALAM KASUS PENOLAKAN OLEH MASYARAKAT PROVINSI BALI. S1 thesis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Halaman Judul.pdf
Download (349kB)
Lembar Pengesahan.pdf
Restricted to Registered users only
Download (570kB)
Abstrak.pdf
Restricted to Registered users only
Download (13kB)
Bab I.pdf
Download (379kB)
Bab II.pdf
Restricted to Registered users only
Download (427kB)
Bab III.pdf
Restricted to Registered users only
Download (105kB)
Bab IV.pdf
Restricted to Registered users only
Download (524kB)
Bab V.pdf
Restricted to Registered users only
Download (140kB)
Daftar Pustaka.pdf
Restricted to Registered users only
Download (350kB)
Naskah Publikasi.pdf
Restricted to Registered users only
Download (587kB)
Full Text.pdf
Restricted to Repository staff only
Download (1MB)
Abstract
<p>Kebijakan wilayah tata ruang kawasan konservasi Provinsi Bali diatur dalam Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita. Sejalan dengan itu pemerintah menerbitkan Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, yang menetapkan Teluk Benoa sebagai kawasan perhatian investasi dengan rencana reklamasi. Permasalahan muncul ketika pemerintah menerbitkan SK No. 2138/02-C/HK/2012 yang ternyata bertentangan dengan beberapa peraturan di atasnya seperti Perpres No. 45 Tahun 2011 dan Perpres No. 122 Tahun 2012. Perpres No. 45 Tahun 2011 kemudian direvisi menjadi Perpres No. 51 Tahun 2014, yang menegaskan bahwa status konservasi Teluk Benoa diubah menjadi kawasan pemanfaatan umum. Hal ini menimbulkan Penolakan oleh masyarakat bali (ForBali) serta Walhi, sebab rencana rencana reklamasi Teluk Benoa tidak memenuhi kriteria studi kelayakan sebagai syarat dalam perencanaan pembangunan reklamasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual<em>.</em> Hasil penelitian ditemukan bahwa, <em>Pertama</em> Perpres No. 51 Tahun 2014 memiliki muatan yang problematika secara konstitusi karena bertentangan dengan Pasal 17 UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta UUD 1945. <em>Kedua</em>, pembangunan reklamasi Teluk Benoa berdampak pada lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat karena adanya permasalahan seperti izin amdal, regulasi yang tumpang tindih serta minimnya partisipasi masyarakat. Kemudian mengenai bentuk pengaturan hukum ideal kedepan, dikeluarkannya UU No. 1 Tahun 2014 untuk mengakomodasi putusan MK No 3/PUU-VIII/2010 yang menegaskan pemberian HP-3 oleh Pemerintah, tidak megancam keberadaan hak-hak masyarakat tradisional. Mengacu pada kewenangan pemerintah provinsi/kota dalam pemberian izin saat ini berlaku asas Lex posteriori derogat legi priori, yaitu UU Pemda Tahun 2014 dan Permen Nomor 25/PERMEN-KP/2019 mengalahkan UU No. 27 Tahun 2007 dan Perpres No. 122 Tahun 2012. Selanjutnya, untuk mengatasi tumpang tindih pengelolaan, konflik kewenangan, dan memberikan kepastian hukum, perlu dibangun kembali pengaturan reklamasi dalam bentuk rekonstruksi hukum.</p>
Item Type: | Thesis (S1) |
---|---|
Divisions: | Fakultas Pasca Sarjana > Hukum S2 |
Depositing User: | Unnamed user with email robi@umy.ac.id |
Date Deposited: | 08 Nov 2021 07:20 |
Last Modified: | 08 Nov 2021 07:20 |
URI: | https://etd.umy.ac.id/id/eprint/6460 |