REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM FILM KOREA YOU ARE MY PET.

Penelitian ini menguji tentang perempuan di dalam film You’re My Pet Korea (2011). Dalam sepuluh tahun terakhir, industri hiburan Korea telah menjadi fenomena di dunia dan juga Indonesia. Kepopuleran industri hiburan Korea membuat mata dunia pun ikut tertarik untuk mengetahui kebudayaan lokal dan kehidupan dari negeri Ginseng tersebut. Gambaran mengenai kehidupan Korea tergambarkan melalui film–film yang mereka produksi. Salah satunya adalah film You’re My Pet, sebuah film kontroversial yang mengangkat mengenai percintaan dan perempuan modern di Korea. Drama ini adalah sebuah film komedi romantis. Tidak hanya menjadi film box office, film ini sekaligus menuai banyak kritik karena dianggap tidak sesuai dengan budaya Korea yang menganut paham konfusianis sebagai dasar sistem patriarki di negara tersebut. Konfusianisme doktrin adalah ideologi dasar bagi sistem patriarki Korea. Berdasarkan hal tersebut, Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis wacana dan Sara Mills Critical Feminist Analysis. Peneliti ingin mengetahui bagaimana representasi perempuan pada film You’re My Pet. Metode Sara Mills menempatkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang berbeda. Hal ini disebut sebagai posisi subjek-objek dan posisi penulis-pembaca dalam adegan dari film You’re My Pet untuk melihat cara perempuan terwakili dalam film. Analisis Film ini membahas tentang stereotip perempuan. Awalnya, perempuan telah dikontruksi lebih superior dan menjadi pemimpin dalam film ini. Tetapi kemudian, Peneliti menemukan adanya oposisi biner yang juga dikonstruksi dalam film ini yaitu bagaimana realitas patriarki pada masyarakat Korea pada Korea modern masih saja terlihat. Berdasarkan analisia yang diperoleh, kesimpulan penelitian ini adalah adanya pertukaran peran yang tidak hanya terjadi dalam ranah keluarga dan pekerjaan, tetapi juga pada konsep maskulinitas dan feminitas seperti yang digambarkan dalam film You’re My Pet. Meskipun digambarkan perempuan lebih superior, namun ternyata masih gagal. Hal ini masih menunjukkan bahwa perempuan Korea masih terjebak dalam dominasi patriarki.